Sobat Materi Kimia SMA, hukum Hess muncul berdasarkan fakta bahwa banyak pembentukan senyawa dari unsur-unsurnya tidak dapat diukur perubahan entalpinya secara laboratorium.
Contoh:
Reaksi pembentukan asam sulfat dari unsur-unsurnya.
S(s) + H2(g) + 2O2(g) → H2SO4(l )
Pembentukan asam sulfat dari unsur-unsurnya tidak terjadi sehingga tidak dapat diukur perubahan entalpinya.
Oleh karena itu, ahli kimia berusaha menemukan alternatif pemecahannya. Pada 1840, pakar kimia dari Swiss Germain H. Hess mampu menjawab tantangan tersebut.
Berdasarkan hasil pengukuran dan sifat-sifat entalpi, Hess menyatakan bahwa entalpi hanya bergantung pada keadaan awal dan akhir reaksi maka perubahan entalpi tidak bergantung pada jalannya reaksi (proses). Pernyataan ini dikenal dengan hukum Hess. Dengan kata lain, perubahan entalpi reaksi hanya ditentukan oleh kalor pereaksi dan kalor hasil reaksi.
Tinjau reaksi pembentukan CO2. Reaksi keseluruhan dapat ditulis dalam satu tahap reaksi dan perubahan entalpi pembentukan standarnya dinyatakan oleh ΔH°1. Persamaan termokimianya:
C(s) + O2(g) → CO2(g) Δ H°1= –394 kJ
Reaksi ini dapat dikembangkan menjadi 2 tahap reaksi dengan perubahan entalpi standar adalah ΔH°2 dan ΔH°3:
C(s) + 1/2 O2(g) → CO(g) Δ H°2 = –111 kJ
CO(g) + 1/2 O2(g) → CO2(g) Δ H°3 = –283 kJ
Reaksi total: C(g) + O2(g) → CO2(g) Δ H°2+ Δ H°3 = –394 kJ
Hukum Hess dapat diterapkan untuk menentukan perubahan entalpi reaksi zat-zat kimia, dengan catatan bahwa setiap tahap reaksi diketahui perubahan entalpinya.
Selanjutnya, sobat kelas XI akan mempelajari penentuan ΔH reaksi dari data ΔHf